
In this image taken from video released by Russian Defense Ministry Press Service, damaged armored military vehicles are seen after fighting in Russia's western Belgorod region on Tuesday, May 23, 2023. Russia alleges that dozens of Ukrainian militants crossed into one of its border towns in its Belgorod region, striking targets and forcing an evacuation, before over 70 of the attackers were killed or pushed back by a counterterrorism operation. (Russian Defense Ministry Press Service via AP)
Setelah 465 hari berperang menahan gempuran Rusia, Ukraina mulai mampu meningkatkan daya tahan militernya. Tak sekadar bertahan, Ukraina kini memberikan tekanan psikologis kepada Rusia melalui serangan lintas batas.
Serangan terbaru yang mengacaukan konsentrasi perang Rusia terjadi pada Kamis (1/6/2023) di kawasan Belgorod, Provinsi Rusia yang berbatasan dengan Ukraina. Wilayah perbatasan Belgorod hanya berjarak 30 kilometer dari Ukraina. Ini merupakan serangan pertama kali yang dilakukan oleh militer Ukraina di wilayah Rusia. Menurut klaim Rusia, serangan ”formasi teroris” tersebut dilakukan oleh sekitar 70 orang militan pro-Ukraina, dengan menggunakan lima tank, empat kendaraan lapis baja, dan sejumlah truk militer.
Di sisi lain, para militan penyerang menamakan diri Korps Sukarelawan Rusia (RVC), kelompok paramiliter sayap kanan etnis Rusia pro-Ukraina yang berasal dari Rusia dan bertempur di dalam teritorial Rusia. Dalam sejumlah video yang beredar, para militan menyatakan sudah muak dengan kediktatoran Vladimir Putin dan menyerukan perlawanan rakyat Rusia untuk menumbangkan rezim Putin.
Meski militer Rusia menyatakan sudah menumpas kelompok ini dalam serangan pertama akhir Mei 2023, faktanya RVC kembali menyerang dan semakin besar. Dalam serangan terakhir menggunakan puluhan roket Grad terhadap sebuah kawasan apartemen di kota Shebekino, aksi kelompok RVC sudah mampu memaksa pemerintahan lokal untuk melakukan evakuasi penduduk kota.
Serangan di dalam teritorial Rusia ini merupakan yang terparah karena nyata-nyata melibatkan warga Rusia sendiri meski sebagian mereka diyakini juga warga Ukraina. Sehari sebelum serangan RVC, terjadi 30 kali serangan drone ke Moskwa dengan 10 di antaranya mampu mencapai sasaran. Serangan drone semakin masif menarget berbagai depot minyak, pabrik amunisi, hingga pusat komando militer meski Ukraina selalu menyangkal terlibat.
Salah satunya ialah serangan pada 3 Mei 2023, saat sebuah drone meledak di atas Istana Kremlin, yang memicu banyak perdebatan tentang siapa pelakunya. Rusia menuding Amerika Serikat berada di balik serangan itu meski banyak pihak menduga serangan itu merupakan hasil karya intelijen Rusia sendiri di balik operasi ”bendera palsu” atau false flag operation.
Terbukti, setelah serangan itu Rusia menyerang Kyiv bertubi-tubi dengan kombinasi rudal Iskander, rudal jelajah KH-101, drone pengebom Shahed-136, hingga rudal hipersonik Kinzhal. Sepanjang Mei 2023 saja tercatat paling tidak 17 kali gelombang serangan ke Kyiv masing-masing dengan puluhan kombinasi rudal dan drone. Sebagian besar serangan itu berhasil ditangkal dengan sistem antirudal Patriot.
Serangan Ukraina terhadap teritori kedaulatan Rusia sebenarnya merupakan salah satu ”garis merah” yang tak boleh diterobos militer Ukraina sebagaimana permintaan negara-negara Barat. Mereka khawatir dengan langkah tersebut akan meningkatkan level perang dan memancing Rusia untuk berperang secara langsung dengan NATO. Lebih buruk lagi, Rusia bisa mengaktifkan dalil ancaman terhadap negara, yang memiliki konsekuensi penggunaan senjata nuklir oleh Rusia dan berhak melakukan serangan pendahuluan (pre-emptive strike).
Meski demikian, jika pun benar serangan di wilayah teritorial Rusia ini dilakukan oleh Ukraina, hal ini juga dibenarkan sejumlah petinggi Barat. Baru-baru ini Menteri Luar Negeri Inggris James Cleverly menyatakan bahwa Ukraina memiliki hak untuk menyerang melampaui perbatasan dengan tujuan melemahkan kemampuan Rusia yang akan menyerang Ukraina.
Menurut Cleverly, itu adalah bagian dari pertahanan diri Ukraina serta sesuai dengan pakta piagam PBB tentang upaya mempertahankan diri sebuah negara jika diserang negara lain.
Namun, pernyataan Cleverly ini segera direspons Wakil Ketua Dewan Penasihat Keamanan Rusia Dmitry Medvedev dengan menyatakan bahwa jika begitu, Rusia juga akan menganggap semua pejabat publik Inggris baik sipil maupun militer yang dianggap memfasilitasi perang, sah untuk menjadi sasaran serangan militer.
Akan tetapi, terlepas dari semua perang dan propaganda akhir-akhir ini memberikan satu pesan jelas, Rusia semakin terpengaruh secara politik setelah secara pertahanan juga sedang mengalami tanda-tanda stagnasi invasi.